RKM
RINGKASAN
MATERI KULYAH
PERILAKU
ORGANISASI
KONSEP-KONSEP
MOTIVASI
NAMA : MATIRAH
NIM :
301 13 11 065
KELAS : 4AK3
A. Definisi
Motivasi
Motivasi sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.
Motivasi secara umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apa pun, fokus
dipersempit menjadi tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan minat
terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan. Tiga elemen utama dalam
definisi tersebut adalah intensitas, arah, dan ketekunan.Intensitas berhubungan
dengan seberapa giat seseorang berusaha. Intensitas yang tinggi tidak akan
menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan
dengan arah yang menguntungkan organisasi. Terakhir, motivasi
memiliki dimensiketekunan yang dimana merupakan ukuran berapa lama
seseorang bisa mempertahankan usahanya.
B.
Teori-Teori
Motivasi Jaman Dahulu
Hierarki Teori Kebutuhan
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke
dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis
dan rasa ama dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order
needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai
kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara kedua tingkatan
tersebut didasarkan pada dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi
secara internal (di dalam diri seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah
secara dominan dipenuhi secara eksternal (oleh hal-hal seperti imbalan kerja,
kontrak serikat kerja, dan masa jabatan).
Teori kebutuhan Maslow telah
diterima di kalangan manajer pelaksana, dapat dikaitkan dengan logika intuitif
dan kurangnya pemahaman, sayangnya Maslow tidak memberikan bukti empiris, dan
beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori tersebut tidak menemukan
pendukung yang kuat. Clayton Alderfer berusaha mengolah hierarki kebutuhan
Maslow, yaitu menelaah dengan teori ERG (ERG theory).
Teori ERG menjelaskan bahwa terdapat
tiga kelompok kebutuhan inti-kehidupan (sama dengan kebutuhan fisiologis dan
keamanan milik Maslow, hubungan (sama kebutuhan sosial dan status milik
Maslow), dan pertumbuhan (sama dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi
diri miliki Maslow).
Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan dua
pandangan nyata mengenai manusia pandangan pertama pada dasarnya negatif,
disebut Teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif,
disebut Teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh
manajer adalah:
1) Karyawan pada
dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa mungkin, berusaha untuk
menghindarinya.
2) Karena karyawan tidak
menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan.
3) Karyawan akan
menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.
4) Sebagian karyawan
menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan
menunjukkan sedikit ambisi.
Sedangkan
empat asumsi positif menurut Teori Y:
1) Karyawan
menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau
bermain.
2) Karyawan
akn berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
3) Karyawan
bersedia belajar untuk menerima, bahjkan mencari, tanggung jawab.
4) Karyawan mampu membuat
berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya
bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Analisis McGregor tersebut selaras
dengan kerangka dasar yang dibuat oleh Maslow. Teori X berasumsi bahwa
kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih rendah mendominasi individu. Teori Y
berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi mendominasi individu.
McGregor yakin bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih valid daripada Teori X.
Sayangnya asumsi-asumsi Teori Y belum tentu valid mengubah tindakan sesesorang
yang bekerja akan termotivasi.
Teori dua faktor
Teori dua faktor (two-factor
theory) atau teori motivasi higiene (motivation-hygiene theory) yang
dikemukakan oleh Frederick Herzberg ini berkeyakinan bahwa ada karakteristik-karakteristik
tertentu yang cenderung berhubungan dengan kepuasan kerja dan ketidakpuasan
kerja. Faktor intrinsik seperti kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan
pencapaian tampaknya berhubungan dengan kepuasan kerja. Responden yang merasa
baik dengan pekerjaan mereka, cenderung menghubungkan faktor-faktor ini dengan
diri mereka sendiri. Sebaliknya, responden yang tidak puas cenderung
menyebutkan faktor-faktor ekstrinsik, seperti pengawasan, imbalan kerja,
kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi-kondisi kerja.
Menurut Herzberg, kondisi-kondisi
yang melingkupi pekerjaan seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja,
kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu
lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor
higiene (higiene factors).
Ketika faktor-faktor tersebut
memadai, orang-orang tidak akan merasa tidak puas, namun bukan berarti mereka
merasa puas. Jika kita ingin memotivasi individu dalam pekerjaan mereka,
Herzberg menyatakan penekanan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
itu sendiri atau dengan hasil-hasil yang berasal darinya seperti peluang
promosi, peluang pengembangan diri, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian.
C. Teori-Teori Motivasi Kontemporer
1. Teori Kebutuhan
McClelland
Teori kebutuhan McClelland
dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya yang berfokus pada:
a. Kebutuhan pencapaian (need for
achievement): Dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras
untuk berhasil.
b. Kebutuhan kekuatan (need for power): kebutuhan
untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak
akan berperilaku sebaliknya.
c Kebutuhan hubungan (need for affiliation):
keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
2. Teori Evaluasi
Kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian
penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan
secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori
ini memperlihatkan penghargaan-penghargaan ekstrinsik digunakan oleh
organisasi-organisasi sebagai imbalan atas kinerja yang unggul,
penghargaan-penghargaan intrinsik yang berasal dari individu yang mengerjakan
tugas yang mereka sukai, berkurang. Dengan kata lain, ketika
penghargaan-penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang karena
mengerjakan tugas yang menarik, hal itu justru menurunkan minat intrinsik dalam
tugas itu sendiri.
3. Teori Penentuan
Tujuan
Edwin Locke mengemukakan bahwa niat
untuk mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang
utama. Artinya, tujuan memberi tahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan
dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Semakin sulit tujuan tersebut,
semakin tinggi tingkat tujuan, semakin besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi
setelah tugas yang sulit diterima, karyawan tersebut bisa diharapkan untuk
mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi untuk berusaha mencapainya.
Individu-individu lebih termotivasi
oleh tujuan-tujuan yang sulit karena tujuan yang sulit mengarahkan perhatian
kita pada tugas yang sudah ada dan menjauh dari gangguan-gangguan yang tidak
relevan. Tujuan-tujuan yang menantang mendapatkan perhatian kita dan akhirnya
cenderung membantu kita untuk berfokus. Tujuan-tujuan sulit juga menambah
semangat karena kita harus bekerja lebih keras untuk mencapainya.
`Ada tiga faktor yang mempengaruhi
hubungan tujuan-kinerja. Ketiga faktor tersebut adalah komitmen tujuan,
karakteristik tugas dan kultur nasional.
4. Teori
Efektivitas Diri
Efektivitas diri yang dikenal
sebagai “teori kognitif sosial” atau “teori pembelajaran sosial”. Semakin
tinggi efektivitas diri seseorang, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia
miliki dalam kemampuannya untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam
situasi-situasi sulit, kita merasa bahwa individu yang memiliki efektivitas
diri rendah cenderung mengurangi usaha mereka atau menyerah, sementara individu
dengan efektivitas diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan
tantangan.
Peneliti yang mengembangkan teori
efektivitas diri, Albert Bandura, memperlihatkan bahwa ada empat cara untuk
meningkatkan efektivitas diri:
1.
Penguasaan yang tetap
2. Contoh
yang dilakukan oleh indidvidu lain
3. Bujukan
verbal
4. Kemunculan
Menurut Bandura, sumber peningkatan
efektivitas diri yang paling penting adalah apa yang disebutnya dengan
penguasaan tetap. Penguasaan tetap adalah perolehan pengalaman yang relevan
dengan tugas atau pekerjaan. Apabila berhasil melakukan suatu pekerjaan di masa
lalu, saya yakin akan lebih mampu melakukannya di masa depan.
Sumber kedua adalah contoh yang
dilakukan oleh individu lain atau menjadi lebih percaya diri karena anda
melihat individu lain melakukan tugas tersebut. Sumber ketiga adalah bujukan
verbal. Yaitu menjadi lebih percaya diri karena seseorang meyakinkan anda bahwa
anda mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan untuk berhasil. Para pembicara
motivasional sering sekali menggunakan taktik ini.
Dan sumber yang terakhir adalah
kemunculan meningkatkan efektivitas diri. Kemunculan memicu keadaan yang
bersemangat yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan tugas. Individu
tersebut “tergerak” dan bekerja dengan lebih baik. Tetapi ketika tidak relevan,
kemunculan merugikan kinerja. Dengan perkataan lain, apabila tugas tersebut
adalah sesuatu yang membutuhkan perspektif utama yang lebih rendah dan lebih
mantap, kemunculan sebenernya bisa merugikan kinerja.
5. Teori Penguatan
Teori penguatan mempunyai sebuah
pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku.
Teori penguatan mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa
yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. Dalam bentuk
murninya, teori penguatan mengakibatkan perasaan, sikap, harapan, dan variabel
kognitif lain yang diketahui mempengaruhi perilaku.
6. Teori Harapan
Teori harapan yang dikemukakan
Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari
hasil itu terhadap individu tersebut.
Dalam bentuk yang lebih praktis,
teori harapan mengatakan bahwa karyawan-karyawan akan termotivasi untuk
mengeluarkan tingkat usaha yang lebih tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha
tersebut akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik
akan menghasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus,
kenaikan imbalan kerja, atau promosi; dan penghargaan-penghargaan tersebut akan
memuaskan tujuan-tujuan pribadi para karyawan.
Oleh karenanya, teori tersebut
berfokus pada tiga hubungan:
1) Hubungan
usaha-kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang mengeluarkan
sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja.
2) Hubungan
kinerja-penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut yakin bahwa bekerja
pada tingkat tertentu akan menghasilakn pencapaian yang diinginkan.
3) Hubungan
penghargaan-tujuan-tujuan pribadi. Tingkat sampai mana penghargaan-penghargaan
organisasional memuaskan tujuan-tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan seorang
individu dan daya tarik dari penghargaan-penghargaan potensial bagi individu
tersebut.
Teori harapan membantu menjelaskan
mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan
hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu. Satu sumber yang mungkin
untuk motivasi karyawan yang rendah adalah keyakinan para karyawan bahwa tidak
peduli seberapa keras usaha mereka, kemungkinan untuk mendapatkan penilaian
kinerja yang baik sangatlah rendah. Banyak karyawan menganggap lemah hubungan
kinerja-penghargaan dalam pekerjaan mereka. Imbalan kerja yang diberikan kepada
karyawan berdasarkan faktor-faktor seperti senioritas, kekooperatifan, atau
bersikap baik dengan atasan, karyawan-karyawan cenderung menganggap hubungan
kinerja-penghargaan itu lemah dan menurunkan motivasi. Namun pentingnya
penghargaan-penghargaan yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan individual
tidak diperhatikan manajer. Beberapa manajer salah mengsumsikan bahwa semua
karyawan menginginkan hal yang sama, sehingga mengabaikan pengaruh-pengaruh
motivasional dari penghargaan-penghargaan yang berbeda. Dalam kasus manapun
motivasi karyawan diturunkan.
Kunci untuk teori harapan adalah
pemahaman tujuan-tujuan seorang individu dan hubungan antara usaha dan kinerja,
antara kinerja dan penghargaan, dan akhirnya antara penghargaan dan pemahaman
tujuan individual. Sebagai sebuah model kemungkinan, teori harapan mengakui
bahwa tidak ada prinsip universal untuk menjelaskan motivasi setiap individu.
Selain itu, hanya karena kita memahami kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi
oleh seseorang tidak menjamin bahwa individu tersebut merasa kinerja yang
tinggi selalu membawa dirinya pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
D. Mengintegrasikan
Teori-Teori Motivasi Kontemporer
Dimulai dengan peluang, yang bisa
membantu atau menghalangi usaha-usaha individual. Peluang berhubungan dengan
tujuan seorang individu, yang mengarahkan pada suatu perilaku. Teori harapan
memprediksi bahwa karyawan-karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi
apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja,
kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan pribadi.
Setiap hubungan ini, nantinya, dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Supaya
usaha menghasilkan kinerja yang baik, individu harus mempunyai kemampuan yang
dibutuhkan untuk bekerja, dan sistem penilaian kinerja yang mengukur kinerja
individu tersebut harus dianggap adil dan obyektif.
Hubungan kinerja-penghargaan akan
mejadi kuat bila individu merasa bahwa yang diberi penghargaan adalah kinerja.
Apabila teori evaluasi kognitif benar-benar valid di tempat kerja yang aktual,
kita bisa memprediksi di sini bahwa mendasarkan penghargaan-penghargaan pada
kinerja seharusnya mengurangi motivasi intrinsik individu. Hubungan terakhir
dalam teori harapan adalah hubungan penghargaan-tujuan. Motivasi akan tinggi
sampai tingkat di mana penghargaan yang diterima oleh seorang individu atas
kinerja yang tinggi memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan
tujuan-tujuan individual.
Pengintegrasian teori-teori
kontemporer mempertimbangkan motivasi pencapaian, rancangan pekerjaan, penguatan,
dan teori keadilan organisasional. Individu yang berprestasi tinggi tidak
termotivasi oleh penilaian organisasi tentang kinerja atau
penghargaan-penghargaan organisasional, karena itu kenaikan dari usaha menuju
tujuan-tujuan pribadi mereka yang mempunyao nAch tinggi. Teori
penguatan mengakui bahwa penghargaan-penghargaan organisasi menguatakan kinerja
individu. Penghargaan juga memainkan peran penting dalam penelitian keadilan
organisasional. Individu akan menilai keuntungan dari hasil-hasil mereka bila
dibandingkan dengan apa yang diterima individu lain, tetapi juga berkaitan
dengan bagaimana mereka diperlakukan-ketika individu merasa kecewa dengan
penghargaan-penghargaan mereka, mereka cenderung sensitif dengan keadilan
prosedur yang digunakan dan penghargaan yang diberikan kepada mereka oleh
pengawas mereka.
Daftar
Pustaka:
Stephen
Robbins-Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi. Edisi 12. Salemba Empat: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar